Cari Blog Ini

Kamis, 08 Juli 2010

Change Your Dreams!!!



Pengantar Penulis
Mimpi merupakan bagian yang paling dalam dari kehidupan. Mimpi merupakan satu kesatuan dalam diri manusia yang menggambarkan rekaman pengalaman kehidupan seseorang. Oleh sebab itu, mimpi adalah sebuah imajinasi yang kuat dan dimiliki oleh hampir semua orang. Impian seseorang bisa berwujud keinginan, cita-cita, angan-angan, harapan, yang sewaktu-waktu bisa terwujud atau tidak sama sekali, tergantung orang yang memimpikannya.
Dengan mimpi, kita bisa mendapatkan segalanya tanpa batas. Believe or not, yang jelas banyak orang besar dan sukses berawal dari mimpi-mimpinya: Guttenberg, Thomas Alpa Edison, Einstein dan Isaac Newton, atau ilmuan-ilmuan lainnya yang namanya sampe sekarang di kenang orang sejagat.
Akan tetapi, jangan heran ketika kita menyaksikan begitu banyak orang yang sukses atau gagal dalam menggapai impiannya, bahkan tidak sedikit orang menderita karena mimpinya tidak “terbeli”. Padahal, semua orang punya potensi untuk meraih mimpinya.
Potensi penting yang perlu dimanfaatkan adalah kemampuan nalar (otak) karena berawal dari otak yang kurang dimanfaatkan secara maksimallah orang menjadi mandul untuk maju, kreativitasnya nggak berkembang, dan ujung-ujung kebingungan, mesti bagaimana memanfaatkan potensi yang dimilikinya itu.
Buku ini mengupas bagaimana mewujudkan impian agar tidak hanya menjadi angan-angan. Mulai dari me-manage potensi, mengubah mindset, dan mengelola keinginan, serta memanfaatkan waktu. Dengan demikian, buku ini penting dibaca oleh mereka yang masih punya keyakinan bahwa masa lalu adalah pengalaman, masa kini adalah kesempatan, dan masa yang akan datang adalah kesuksesan.
Mudah-mudahan kehadiran buku ini bisa mengantarkan Anda menjadi orang-orang yang mampu meraih impian sehingga dapat digolongkan dalam kelompok manusia sukses dan menjadi kebanggaan setiap orang yang mengenal Anda.
Semoga Sukses.

KELIMA
Kebiasaan Mengubah Mimpi

Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang.
Maka, keunggulan bukanlah hasil dari tindakan,
melainkan dari kebiasaan.
— ARISTOTELES

Ini ada data menarik untuk kamu simak .
Pada tahun 1970-an, berbagai sekolah menghadapi masalah besar mengenai kedisiplinan, seperti datang berlambat, nggak membuat PR, ngobrol di kelas, berkelahi, berpakaian seenaknya, kabur dari sekolah, dan merokok di WC sekolah. Pada 1990-an sampe tahun 2005, masalah yang dihadapi berubah menjadi tawuran antarsekolah, narkoba, vandalisme, pencurian handhone, seks bebas sampe rekaman adegan syur di handphone atau VCD.

Pada tahun 1980-an, mahasiswa Indonesia yang sekolah di Amerika Serikat urunan berlanggaan majalah Tempo. Namun, pada tahun 1990-an mahasiswa Indonesia yang sekolah di Amerika Serikat itu nggak ada lagi yang berlangganan majalah karena semua berita dapat diakses lewat internet.

Pada tahun 2000, Garuda Indonesia memperoleh penghargaan sebagai The Most Punctual Airlines, dari Bandara Schipol di Amsterdam. Kemudian empat tahun berikutnya, tepatnya Oktober 2004, Garuda Indonesia menutup satu-satunya rute yang masih dimilikinya ke Eropa, yaitu Amsterdam karena rute ini nggak menguntungkan.
(Tahun berapa??) Bali diguncang bom sampe dua kali. Sebelumnya bom meruntuhkan gedung Pentagon dan WTC (World Trade Center) di Amerika Serikat yang saat itu mengagetkan dunia. Nggak lama setelah itu, meletuslah perang antara kaum yang mengatasnamakan ‘pembela’ umat manusia dan kalangan yang dituduh teroris. Gaung perang melawan terorisme pun menggejala di setiap pelosok dunia.
Itulah serangkaian perubahan-perubahan yang mengguncang kita semua. Mungkin ini miniatur atau sebagian dari perubahan-perubahan yang udah, sedang, bahkan mungkin akan terjadi lagi di masa mendatang.
Masih banyak lagi peluang perubahan yang terjadi di dunia. Waktu berubah, tatanan masyarakat ikut berubah, dan sikap-sikap manusianya pun berubah pula. Seperti Osama bin Laden yang dulu dianggap pahlawan oleh bangsa Amerika karena berperang melawan kekuasaan komunis (Uni Soviet) di Afganistan, namun setelah perang dingin berakhir, bin Laden dijadikan musuh nomor satu Amerika, bahkan dijadikan sebagai bapak terorisme dunia dan musuh bersama (common enemy). ¬
Dulu untuk melakukan komunikasi jarak jauh bisa diefektifkan dengan surat. Sekarang dengan hitungan detik, suara dari belahan dunia lain bisa sampe belahan dunia lainnya. Bukan hanya itu, bentuk kiriman surat pun sekarang nggak usah berlama-lama, cukup dengan memanfaatkan layana internet, kita bisa dengan leluasa mengirim kepada siapa pun.

Itulah jasa yang diberikan dari buah karya teknologi. Teknologi telah mengubah segalanya. Mengubah mobilitas manusia, jangkauan, wawasan, cara berkomunikasi, memimpin, mengelola perusahaan sampe cara belajar.

Namun seiring dengan kontribusinya terhadap perkembangan umat manusia, teknologi memberikan dua dampak terhadap perubahan manusia. Pertama, kalo teknologi bisa dikelola dengan baik, ia akan memberikan kesejahteraan. Kedua, kalo teknologi nggak bisa dikelola dengan baik, ia bisa berubah menjadi ancaman yang menakutkan. Bisa-bisa tatanan kehidupan yang singernis pun berubah menjadi perusakan-perusakan.
Begitu banyak perubahan yang terjadi di sekelilingmu. Secara langsung atau nggak, kamu akan terimbas dari laju perubahan ini. Walhasil, banyak pilihan yang diberikan oleh perubahan itu: BERUBAH, DIAM, MELAWAN, atau DIUBAH.

Berubah berarti kamu sendiri yang sadar untuk melakukan perubahan. Diam berarti kamu masa bodoh terhadap perubahan yang ada. Melawan berarti kamu melakukan perlawanan atas perubahan yang terjadi karena nggak suka atau berbeda dengan yang kamu harapkan. Diubah berarti kamu terlindas arus perubahan, diubah oleh perubahan karena nggak bisa berbuat apa-apa. Nah, selanjutnya tinggal kamu sendiri yang menentukan mau pilih yang mana, berubah, diam, melawan, atau diubah?
Sebagai bekal kamu dalam menentukan pilihan dari perubahan, ikuti beberapa contoh lanjutan dari pembahasan perubahan berikut ini.
Pada tahun 1992, Bill Clinton terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat berkat pesan-pesan komunikasinya yang berbunyi bak magic aja, change! Pada 2004, mantan Menko Polkam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, juga terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia berkat tema yang sama dengan Bill Clinton, yaitu perubahan!
Tetapi, tahukah kamu kalo mengelola perubahan itu nggak mudah?
Banyak orang yang melakukan perubahan dan berhasil. Tetapi nggak sedikit pula yang gagal dan gulung tikar. Namun, seperti itulah hidup. Demikian tulis Rhenald Kasali dalam bukunya Change.
Kehidupan selalu ditandai dengan perubahan. Andaikan kamu terdampar di sebuah pulau terpencil dan sunyi, apa yang akan kamu tandai sebagai adanya kehidupan? Akan ada perubahan dalam diri kamu agar kamu tetap survive di tengah hutan atau di pesisir pantai. Misalnya, dengan membiasakan diri makan dedauan atau ikan yang langsung kamu tangkap dari laut.
Hari ini ramai sekali, besok sepi dan senyap sekali. Perbedaan suasana itu merupakan perubahan yang berarti menandakan adanya kehidupan yang dinamis.
Manusia yang hidup akan selalu berubah. Hari ini ia adalah seorang bayi yang hidupnya bergantung pada orang lain. Esok ia adalah makhluk kecil yang belajar berjalan dan sesekali jatuh, lalu berlari dengan kedua kakinya. Setelah itu, ia menjadi makhluk dewasa yang menghadapi bermacam-macam persoalan, kadang senang dan tertawa lebar, kadang sedih dan menangis.
Itulah kenyataan yang senantiasa menyertaimu. Mau nggak mau kamu harus sadar, kehidupan itu akan dan terus berubah. Lagi pula kalo hidupmu nggak berubah, kamu akan kesal, marah karena bosan dengan kehidupan yang ada atau yang sedang kamu jalani. Misalnya, kamu terus-terusan miskin, nggak naik kelas, menjadi objek penderita atas ejekan temanmu, de es te.
Seperti ungkapan Evelyn Waugh, change is the only evidence of life. Dengan kata lain, perubahan merupakan kisah nyata yang akan menjadi nostalgiamu di usia senja.
Itulah perubahan kehidupan. Dari kehidupan yang relatif terkendali menjadi kehidupan yang relatif bebas, bahkan cenderung menjadi sangat dinamis. Lingkungan baru itu begitu bergejolak, juga yang menjanjikan perubahan tentu memberikan harapan dalam bentuk impian kehidupan yang lebih baik.
Meski perubahan dinantikan dan menjanjikan kehidupan baru, ternyata nggak semua perubahan membawa hasil seperti yang diharapkan, bergantung pada diri masing-masing yang mau mengubah, atau seberapa kuat kemampuan mengubah dirinya. Betul apa yang dikatakan Charles Darwin, bukan yang terkuat yang mampu berumur panjang, melainkan mereka yang selalu dan paling bisa menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan.
Sampe di sini mungkin kamu bertanya-tanya, haruskah kamu mengintervensi perubahan? Atau bisakah perubahan bergerak dan terjadi dengan sendirinya?
Meskipun sekali terjadi dalam hidupmu, kamu akan mengalami sebuah hukum alam yang sangat dahsyat, yaitu krisis. Ada dua krisis yang terjadi di dunia ini, yaitu krisis kecil dan krisis besar.
Krisis kecil itu krisis yang diberikan Allah swt. kepada manusia agar manusia belajar dan segera berbenah. Tetapi krisis kecil ini relatif dapat dengan mudah diatasi. Sebut aja kamu kehilangan sepatu, atau buku kesayanganmu akibat kamu sembarang menyimpannya.
Sementara krisis besar adalah krisis yang berdampak sangat luas terhadap banyak hal, bahkan bisa membuat kamu yang sedang sehat masuk unit gawat darurat. Bisa dibilang krisis ini memakan korban, kehilangan rasa percaya diri, kehilangan tempat tinggal, atau kehilangan orang tersayang.
Sebenarnya perubahan besar itu nggak terjadi dengan tiba-tiba, tapi sebelumnya telah mengirim sinyal-sinyal. Kalo kamu sigap, sinyal-sinyal itu bisa dijadikan momen untuk membuat persiapan menghadapi perubahan besar tersebut.
Idealnya emang bisa dan mampu berubah sendiri tanpa harus mengalami sebuah proses perubahan yang diintervensi dari luar, namun syarat untuk berubah sendiri adalah belajar, dan semua orang yang berada di muka bumi ini adalah manusia-manusia pembelajar.
Gimana, kamu ngerasa nggak jadi manusia pembelajar? Yang senantiasa reaktif, bukan proaktif, terhadap pengembangan diri dan terus melakukan perubahan-perubahan demi perbaikan diri.
Emang bener apa yang dikatakan John F. Kennedy, change is the law of life. Namun sebelum perubahan dijadikan sebagai hukum kehidupan, kamu harus sadar dengan ketentuan-ketentuan hukum alam yang nggak bisa kamu lawan. Oleh karenanya, ubah dulu cara pandangmu, terutama cara pandang terhadap perubahan, yang sangat penting bagi kemampuanmu dalam beradaptasi dan memakai perubahan itu untuk belajar dan memperbaiki diri.
Kalo mencari kehidupan yang lebih baik dari kehidupanmu sekarang, kamu harus membuat perubahan sendiri. Bukan terus-menerus menunggu sesuatu terjadi padamu. Harus kamu sadari, di dunia ini nggak ada yang berhasil tanpa usaha.
Kamu harus sigap dan menjadi pelopor dalam hal perubahan. Itu yang terpenting buat kamu. Bukannya hanya ketika ada perubahan, kamu serta merta ikut melebur dengannya. Nggak ubahnya bunglon yang adaptif ketika lingkungan sekitarnya berubah. Kamu harus berhenti mengikuti arus dan mulai mengejar impian dan tantangan kehidupan secara prinsipil.
Emang, untuk melakukan perubahan perlu keberanian yang besar, kendali diri, kesabaran, dan ketekunan karena secara emosional bisa melelahkan hingga kemampuan berpikirmu hilang dan visimu mengenai kehidupan yang lebih baik berantakan. Namun, itulah risiko yang harus dibayarkan.
Hanya dengan perubahan yang aku sebut dengan melepaskan diri dari penjara, bisa membuat dirimu maju, apapun bentuk penjaranya. Kalo nggak bisa melepaskan sesuatu, akan sulit untuk melakukan perubahan meskipun kamu sangat menginginkannya. Seperti ketika ingin pergi, kamu mencoba mengemudi dengan rem tangan terpasang. Otomatis kamu nggak akan pernah bisa pergi karena tertahan.
Aku melihat orang tua membantu anaknya belajar bermain sepeda di depan rumahnya. Anak kecil itu sering kali takut melepaskan pegangannya untuk mengayuh pedal sepeda agar bisa melaju. Tapi begitu dia bisa, dia langsung paham kalo ingin mengayuhkan pedal sepeda agar sepedanya maju, dia harus berani dan siap ngambil risiko, sambil kakinya berayun ke pedal meraih tahap demi tahap.
Setelah memahami prosesnya, dia dengan senang hati membuat perubahan yang diperlukan untuk maju. Sekarang, dia mengerti kalo perubahan bisa menjadi sesuatu yang bagus. Perubahan bisa memberikan apa yang diinginkan sesuai dengan cita-citamu.
Seperti kata Albert Einstein, “Masalah penting yang tengah kita hadapi tidak bisa dipecahkan dengan cara berpikir yang sama seperti saat kita menciptakan masalah itu.” Nah, tuh Einstein juga berpesan agar segera melakukan perubahan karena kamu nggak selalu bisa menemukan jawaban di dalam lingkunganmu yang sekarang. Terkadang, kamu harus membuat perubahan untuk menemukan jawabannya.
Kalo begitu, kenapa orang memperlakukan perubahan seolah sebuah penyakit yang mematikan? Emang sangat disayangkan bagi orang yang berpandangan dan berprinsip seperti itu. Mereka nggak menyadari kalo perubahan itu sesuatu yang pasti dan nggak bisa dihindari seperti juga perubahan usia manusia.
Kamu tahu kalo masyarakat kita selalu penuh perubahan. Perubahan mode pakaian, teknologi, maupun prinsip moral. Tampaknya perubahan semakin sering terjadi dari tahun ke tahun.
Pikirkan lagi, keadaan telah berubah dalam hidupmu selama beberapa tahun ke belakang. Perubahan itu bagaikan angin atau pusaran air yang kuat, yang nggak akan pernah berhenti, yang bisa mematahkan sampe mengangkat pepohonan atau bahkan bebatuan sekalipun.
Intinya: perubahan terjadi setiap saat, baik di dunia secara luas maupun dalam kehidupan pribadimu. Kamu yang mau beradaptasi dengan perubahan, menerima tantangan yang dibawa perubahan dan menerima perubahan, serta melihatnya sebagai sebuah kesempatan baru untuk tumbuh, akan menemukan kesuksesan karena tahu cara menangani perubahan.
Terkadang perubahan kecil dalam hidup bisa memicu perasaan yang kuat. Misalnya, suatu hari, saat kamu menuju ke sekolah, sepeda motormu mogok. Hal itu membuat perasaanmu nggak enak. Sepanjang minggu kamu harus pergi ke sekolah naik bus. So pasti dong, kamu nggak suka harus naik bus ke sekolah setelah merasakan enaknya naik motor sendiri.
Atau saat liburan panjang, sahabatmu pergi berkemah atau berlibur, sedang kamu nggak. Tiba-tiba rutinitas sehari-harimu terasa sangat membebani. Kamu menggerutu dan berwajah muram. Kamu mendadak kebingungan, pikiran jadi buntu, nggak tahu mesti ngapain.
Perubahan besar memicu perasaan dan emosi yang lebih kuat. Orang tuamu bercerai, kakak perempuanmu melahirkan, ayahmu kehilangan pekerjaan, keponakanmu yang masih kecil meninggal dunia. Masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lainnya yang belum terjadi, yang bisa mengajakmu untuk berubah.
Peristiwa atau kejadian yang menimpa secara tiba-tiba atau nggak terduga, secara otomatis akan membawamu menuju perasaan kuat yang mungkin mengganggu kemampuanmu dalam mengontrol emosi.
Bahkan, perubahan yang kalo dilihat dari luar tampak positif, seperti pindah rumah, selepas SMA meneruskan kuliah di universitas terkenal, dapat menimbulkan perasaan sedih dan bingung akibat meninggalkan lingkungan lama.
Meski rumah baru dan kampus yang hebat lebih nyaman dan membanggakan, kepuasan pindah bisa terkalahkan dengan perasaan-perasaan sedih, terutama bila kepindahan itu nggak disiapkan sebelumnya. Itulah bentuk-bentuk perasaan yang nggak siap dengan perubahan karena terbiasa dengan kondisi lama yang stagnan.
Perasaan-perasaan yang nggak terduga seperti itu bisa membuat kamu menolak perubahan meskipun perubahan yang positif. Terkecuali kamu sadar dan mulai belajar menanganinya. Itulah repons terhadap perubahan yang harus segera kamu atur.
Terkadang, perubahan disekitarmu terjadi secara tiba-tiba. Nggak dihendaki atau direncanakan. Begitu juga dengan perasaan-perasaanmu yang menyertai perubahannya.
Sebuah kondisi yang dilematis dirasakan manusia saat terjadi perubahan. Terlebih dengan perubahan yang nggak diharapkan, sementara perubahan yang diharapkan nggak juga berubah.
Oleh karenanya, sering kali terjadi kesalahpahaman dalam mempersepsikan perubahan. Perubahan kebanyakan dipahami orang sebagai sesuatu yang aneh. Makanya, jangan heran kalo ada sebagian orang—malah kebanyakan orang—cenderung menolak dan takut terhadap perubahan. Tetapi anehnya, kebanyakan juga nggak merasa puas dengan kondisi status quo yang dialaminya. Sesuatu yang tampaknya bertolak belakang.
Alangkah baiknya kalo kamu pahami kata-kata berikut ini:

“Orang-orang takut terhadap perubahan yang kurang bisa atau bahkan sama sekali nggak bisa mereka kontrol. Perubahan yang nggak mereka inginkan, yang memunculkan ketidakpastian tingkat tinggi. Inilah ketakutan-ketakutan yang memaksa kamu menerima ketidaknyamanan yang kamu rasakan sendiri, daripada beralih ke sesuatu kondisi yang belum pasti.”

Itulah kata-kata yang dilontarkan Hamlet ketika beliau memahami kata perubahan. Begitu susah diterimanya perubahan. Namun ketika kondisi yang sedang dijalaninya nggak membahagiakan, kamu pasti ingin sekali berubah. Namun jika telah terjadi perubahan, dan ternyata lebih buruk dari kondisi sebelumnya, kamu merindukan kondisi sebelumnya.
Untuk mengobati rasa khawatirmu akan perubahan yang senantiasa melanda, kamu ingat-ingat pesan dari surah Al-Baqarah ayat 216, ... boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Sadarilah dan yakinlah, perubahan yang terjadi padamu itu adalah sesuatu yang baik buat kamu.

Membetulkan Cara Berpikir
Sangat mungkin kalo perubahan itu terjadi karena adanya kesalahan dalam berpikir, dari berpikir yang bener menjadi salah. Kalo cara berpikirnya aja udah salah ,gimana kamu akan mengadakan perubahan yang bener dan tepat. Di antara temanmu bahkan kamu sendiri, sering membuat sebuah pernyataan berdasarkan beberapa pernyataan atau bukti sebelumnya, yang sebetulnya secara keilmuan, itu salah.
Bener apa yang dikatakan Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya Rekayasas Sosial: Reformasi atau Revolusi, yang namanya logika berpikir orang itu masih banyak salahnya dibanding benernya. Kalo mau bicara logika secara bener omongannya itu salah, namun kalo asal ngomong aja itu sih, sah-sah aja.
Banyak orang, dari yang muda sampe yang tua, dari yang intelek sampe yang kurang melek, atau mungkin di antara teman-temanmu yang katanya sedang melakukan perubahan, sebenarnya mereka sedang atau telah jatuh pada intellectual culdesac (kesalahan berpikir).
Lebih rinci, Kang Jalal menjelaskan beberapa istilah yang termasuk dalam kategori intellectual culdesacs. Pertama, fallacy of dramatic instance. Kesalahan berpikir ini berawal dari kecenderungan orang untuk menggunakan satu-dua contoh guna mendukung argumen yang dikemukakannya (over generalization).
Argumen yang sifatnya over generalized biasanya agak sulit dipatahkan karena kasus rujukan itu seringkali diambil dari pengalaman pribadi seseorang (individual’s personal experience). Pengalaman itu kan bener-bener terjadi atau ada bukti, nggak sebatas ngarang atau argumennya begitu aja.
Misalnya, di antara teman-temanmu yang ikut seleksi masuk perguruan tinggi A favorit di kotamu, nggak ada seorang pun yang lolos. Menurut informasi yang kamu dapat dari pihak sekolah dan juga dari teman-temanmu, belum ada satu pun lulusan sekolahmu yang lolos masuk ke perguruan tinggi A, padahal mereka dikategorikan anak yang rajin dan pinter.
Melihat kondisi seperti itu, kamu pun ikut dengan kebenaran umum bahwa nggak akan ada yang bisa menembus perguruan tinggi A, termasuk juga kamu yang kemampuannya di bawah mereka yang gagal duluan untuk ikutan seleksi.
Kesimpulan kamu itu termasuk dalam kesalahan berpikir. Kalo aja kamu berani mencoba ikut seleksi meskipun kamu nggak termasuk anak yang rajin dan pandai, siapa tahu kamu masuk. Nasib orang kan nggak ada yang tahu!
Untuk menolak atau melawan kesalahan berpikir ini, kamu dapat dengan mudah mengambil contoh atau merujuk bukti-bukti yang sebaliknya, dan menggeneralisasikannya pula seperti yang kamu lakukan tadi.
Misalnya, banyak orang yang di sekolahnya biasa-biasa, nggak rajin dan nggak pandai, masuk perguruan tinggi favorit. Si A bodoh dan sekarang kuliah di perguruan tinggi X yang hebat. Si B yang dulunya suka bolos, sekarang kuliah di perguruan tinggi B yang terkenal. Akhirnya, kamu pun bisa menyimpulkan berarti kalo gitu orang biasa pun bisa lolos untuk kuliah.
Kedua, fallacy of retrospective determinism. Istilah yang kedua ini menjelaskan kebiasaan orang yang selalu menganggap setiap masalah yang sekarang dihadapinya terjadi sebagai sesuatu yang secara historis emang ada masalah. Cara berpikir ini selalu mengambil acuan kembali ke belakang atau historis ketika hendak mengambil sebuah kesimpulan. Misalnya, ada suatu masalah kenakalan remaja (juvenille deliquency), tawuran atau menjadi pecandu narkoba. Sebagian orang akan mengatakan, “Mengapa kenakalan remaja itu harus dilarang? Sepanjang sejarah, kenakalan remaja itu udah ada dan nggak bisa diatasi. Oleh karena itu, yang harus dilakukan bukan menghilangkan kenakalan remaja, melainkan membinanya agar sadar akan akibat dari yang dilakukannya.
Contoh lainnya adalah kebodohan. Kamu yang berpendirian seperti ini akan mengatakan, kebodohan udah ada sepanjang sejarah. Dari dulu ada orang yang pintar dan bodoh. Mengapa orang sekarang mesti ribut-ribut memerantas kebodohan, padahal kebodohan nggak bisa diberantas, udah ada sejak dulunya. Inilah kesalahan berpikir yang kedua, yang juga sering kamu lakukan.
Ketiga, post hoc ergo propter hoc. Istilah ini diambil bahasa Latin, post artinya sesudah, hoc artinya demikian, ergo artinya karena itu; propter artinya disebabkan, dan hoc artinya demikian. Singkatnya, sesudah itu oleh -- karena itu -- sebab itu. Rumit ya?
Jadi gini, apabila ada beberapa peristiwa yang terjadi secara berurutan, peristiwa pertama dinyatakan sebagai penyebab terjadinya peristiwa kedua.
Bentuk kesalahan ini sering sekali kamu lakukan tanpa kamu sadari, bahkan terjadi berulang-ulang. Misalnya, kamu menulis surat cinta dengan pulpen barumu kepada orang yang sedang kamu incar. Ternyata, dia pun menyambut pernyataan cintamu.
Kemudian, kamu menggunakan pulpen yang sama untuk mengerjakan soal ujian. Kamu pun lulus dengan nilai yang memuaskan. Di akhir bulan kamu kehabisan uang, lalu kamu menulis surat pada orang tua dengan pulpen itu juga. Nggak lama kemudian, orang tuamu mengirim sejumlah uang.
Berdasarkan keberhasilan-keberhasilan tersebut, akhirnya kamu pun sangat mencintai pulpen itu. “Ini pulpen bukan sembarang pulpen,” demikian kamu meyakini keampuhan dari pulpen karena telah mendatangkan keberuntungan.
Keempat, fallacy of misplaced concretness. Kesalahan berpikir dalam mengkonkretkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak. Misalnya, mengapa kekuatan orang Islam kalah ama Barat atau Eropa (nonMuslim)? Mengapa begitu banyak orang yang mengaku Islam namun nggak berperilaku selayaknya orang yang beragama Islam? Lalu ada orang yang memberikan jawaban, umat Islam lemah karena terlalu percaya takdir.
Dalam istilah logika (istilah lainnya adalah ilmu mantik), kesalahan seperti di atas disebut reification, yaitu menganggap sesuatu itu riil, padahal sebetulnya hanya berada dalam pikiran kita. Misalnya, dari mana kita bisa memulai pembenahan kebodohan itu? Kita nggak tahu. Yang jelas, kebodohan disebabkan oleh pemerintahan yang salah, titik.
Kelima, argumentum ad verecundian. Kesalahan berpikir ini akan terlihat ketika kamu berargumen atau berpendapat untuk mempertahankan posisi, meraih tujuan dengan menggunakan otoritas walaupun otoritas itu nggak relevan atau ambigu.
Sebenarnya, otoritas itu adalah sesuatu atau seseorang yang udah diterima kebenarannya secara mutlak, seperti Al-Quran, Rasulullah saw., dan nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Sering kali orang menggunakan kapasitas jabatannya untuk meraih atau mendapatkan apa yang menjadi tujuannya, misalnya dengan mengutip peristiwa atau kejadian sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran atau dalam sirah (perjalanan) Nabi. Padahal, peristiwa yang dikutipnya itu belum tentu relevan dengan masalah atau tema yang sedang diperbincangkan. Ia tafsirkan, kemudian ia kait-kaitkan dengan maksudnya agar orang lain percaya. Kalo udah percaya dengan omongannya, orang lain itu akan mendukungnya.
Kamu lihat aja perlakuan para praktisi politik ketika membahas sebuah persoalan. Mereka yang berangkat dari partai keislaman sering kali menafsirkan beberapa ayat atau hadis. Coba kamu cek ke sumber utama yang mereka rujuk dan tafsirkan sendiri. Akan terasa perbedaan dalam menafsirkannya.
Justru dengan melakukan pembenaran dalam pengutipan ini, akan muncul persoalan baru karena penafsiran setiap orang akan berbeda-beda. Itulah yang dimaksudkan dengan otoritas yang ambigu atau taksa.
Keenam, fallacy of composition. Dugaan bahwa sebuah kegiatan atau usaha yang berhasil untuk satu orang, pasti juga berhasil untuk semua orang. Contohnya:

Di sebuah desa ada seorang ulama yang terkenal kesalehan dan kesopanannya. Di desa itu dia tergolong orang hebat karena belum ada orang yang pendidikan agamanya setinggi dengannya. Selepas mondok, ia pulang kampung dan fokus mengamalkan pendidikan agama yang dikuasainya karena sejak kecil dia sangat memimpikan menjadi ulama yang didengar omongannya oleh masyarakat.
Pengorbanannya terhadap Islam luar biasa. Begitu diberi mandat oleh penduduk setempat, dia sering ceramah di desanya bahkan sampe ke luar desa segala. Mulai dari masjid RT, masjid RW, masjid kelurahan atau desa sampe masjid kecamatan. Ia berjuang habis-habisan untuk syiar Islam dan memberikan contoh teladan manusia Islam yang baik.
Kemudian para penduduk desa tersebut memuji dan mendambakan figur-figur orang sepertinya. Bahkan, sebagian besar penduduknya berkesimpulan kalau semua orang dididik seperti dia untuk dijadikan ulama maka kampung ini akan damai, tenteram dan suasana religiusnya terasa.

Nah, kesimpulan yang dilakukan sebagian besar penduduk itu merupakan kesalahan berpikir jenis ini. Betapa repotnya kalo semua warga desa itu jadi ulama. Siapa yang menjadi pendengarnya? Karena biasanya, ulama nggak mau mendengar, tapi maunya didengar. Juga, nggak ada tantangan bagi ulamanya karena semua orang udah merasa paling bener dan paling bertakwa.
Ketujuh, circular reasoning. Artinya, pemikiran yang berputar-putar. Kesalahan berpikir ini terjadi, misalnya ketika menyatakan sesuatu, kamu menggunakan kesimpulan (conclution) pertama yang dibuat untuk mendukung asumsi yang kedua, kemudian membuat kesimpulan baru, dan begitu seterusnya.
Misalnya, terjadi perdebatan di antara para pengamat dan pengurus olahraga mengenai rendahnya prestasi para atlet di Sea Games. Pengamat membuktikannya dengan membandingkan jumlah atlet yang sering ikut ajang kejuaraan dari berbagai level. Hasilnya, makin tinggi tingkat kejuaraan yang diikuti dengan banyak peserta, makin menurun kualitasnya. Padahal di tingkat domestik, para atlet ini banyak sekali bermunculan sebagai bibit-bibit unggul, ungkap pengurus atlet. Maka kesimpulannya, para atlet Indonesia menempati posisi atlet yang rendah.
Itulah tujuh kesalahan berpikir yang sering kita lakukan. Ternyata, selain kesalahan berpikir yang seringkali memengaruhi perubahan mimpimu, ada lagi bentuk kesalahan yang lain, yaitu mitos. Gimana, apa kamu selaku orang modern masih percaya dengan mitos?
Ada dua mitos yang kuat pengaruhnya terhadap perubahan. Bahkan saking hebatnya mitos ini, kamu pun seolah-olah meyakininya bukan sebagai mitos, melainkan sebagai sebuah kebenaran yang sudah turun temurun sejak dulu.
Pertama, mitos deviant. Mitos ini berawal dari pandangan atau anggapan yang akhirnya diyakini. Misalnya, kita atau orang itu cenderung stabil, statis, dan nggak berubah-ubah. Kalo pun terjadi perubahan, perubahan itu adalah penyimpangan dari sesuatu yang stabil.
Pada mulanya mitos ini berkembang dari ilmu sosial yang disebut dengan structural functionalism (fungsionalisme struktural). Menurut teori ini, kalo mau melihat perubahan — terutama perubahan sosial — kamu harus mau melihat struktur dan fungsi masyarakat.
Kedua, mitos trauma. Mitos ini mengatakan, perubahan menimbulkan krisis emosional dan stres mental. Jadi, dalam mitos ini orang atau masyarakat akan menolak atau melakukan perubahan jika muncul hal-hal berikut: diduga atau dipersepsi mengancam basic security, akan menambah ketidakpastian, akan memunculkan adanya paksaan, dianggap bertabrakan dengan nilai atau norma yang lebih tinggi, nggak sesuai dengan kalkulasi rasional atau cost benefit ratio, dan terakhir lebih banyak mengeluarkan biaya daripada benefit-nya.
Menurutmu sendiri gimana perubahan itu? Silakan pikirkan dengan membenarkan dulu cara berpikirmu, sehingga kamu nggak asal menyimpulkan dan jangan sampe percaya ama mitos.

Sabar !
Seperti yang udah kamu ketahui tadi, menguasai perubahan itu sangat penting bagi proses sukses menggapai semua mimpimu. Mudah-mudahan kamu tercerahkan dengan dibenarkannya pola atau cara berpikirmu.
Namun ada hal lain selain kamu mengubah cara berpikir ketika memandang sesuatu yang terjadi atau akan kamu hadapi, yaitu sabar. Sering kan, kamu mendapatkan nasihat atau kata-kata seperti ini? Ya, emang bener pepatah orang tua, sabar adalah senjata ampuh meredam segala kegundahan, masalah, dan lain sebagainya.
Dalam konteks perubahan, sabar adalah sebuah kemampuan utama yang diperlukan untuk menguasai perubahan. Kalo dalam sebuah kendaraan, kesabaran itu ibarat spidometer atau alat pengukur kecepatan. Ketika kamu menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi, jarum spidometer menunjuk ke arah kecepatan yang lebih tinggi. Begitu pun sebaliknya, ketika dalam kecepatan rendah, jarum spidometer menunjuk ke arah kecepatan yang rendah.
Dalam tubuh kita atau tubuh hewan ada pengendalinya. Coba aja kamu rasakan kalo suhu badanmu yang senantiasa berubah-ubah. Ketika suhu lingkungan sekitar dingin, suhu badanmu akan terasa hangat atau memanas, padahal kamu dalam kondisi yang sehat. Juga ketika musim kemarau, secara otomatis badan kita akan membuat penyeimbangnya dengan mendinginkan suhu badan.
Posisi sabar di sini bisa dipahami sebagai penyeimbang hidup. Ketika kamu sangat mendambakan menjadi juara kelas atau bintang lapangan, kamu nggak akan bisa dalam waktu sekejap menjadi juara kelas atau bintang lapangan. Kamu harus ekstra sabar untuk mendapatkannya. Latihan rutin setiap hari, kemudian uji tanding sebagai parameter kemajuanmu.
Sebenarnya, kamu udah mendapatkan ilmu kesabaran sejak lahir. Bukalah kesadaranmu bahwa kamu ketika dilahirka nggak bisa ngomong, nggak bisa pake baju sendiri, nggak bisa jalan, dan macam-macam.
Hal samapun ketika kamu mulai sekolah, nggak bisa dong kamu harus menerima atau langsung ke perguruan tinggi. Namun kamu harus melewati fase-fase jenjang pendidikan yang membutuhkan kesabaranmu. Namun, pada kenyataannya nggak semua orang sukses melatih kesabarannya.
Melihat beberapa contoh kasus tadi, rupanya kamu nggak bisa mempercepat perubahan, kamu harus membiarkan perubahan terjadi sealami mungkin. Emang susah untuk mempraktikkannya karena keinginan itu sangat instan. Keinginan terkadang susah untuk dikendalikan. Hanya orang-orang tertentulah yang bisa mengendalikan keinginan, yaitu orang yang udah terbiasa me-manage kesabarannya. Seperti yang diungkapkan Stedman Graham, kesabaran adalah sifat yang sangat sulit dimiliki banyak orang.
Kamu nggak bisa mengambil jalan pintas dalam proses perubahan. Kamu harus mengantisipasi kalo perubahan itu akan terjadi juga pada dirimu dan kamu harus beradaptasi dengannya. Orang yang nggak sabaran akan menyerah sebelum bisa menarik manfaat dari perubahan itu.
Kalo nggak bisa membendung kesabaran, kamu akan melewati begitu banyak derita tanpa ada hasil karena kalo keinginanmu yang sebagian besar hanya nafsu belaka nggak diseimbangkan dengan kesabaran, akan terus-menerus menuntutmu untuk dipenuhi. Oleh karenanya, dalam proses pemenuhan ini sering kali mencari jalan pintas, jalan yang instan, langsung jadi.
Hal ini sangat riskan dan bumerang bagi kamu sendiri karena kalo nggak tercapai dengan jalan pintas bisa membuatmu lelah, akhirnya staminamu terkuras. Kamu sudah menyerah sebelum mencapai cita-cita. Udah bisa dipastikan kalo mengambil jalan ini, kamu akan terbentur dan tersandung selama perjalanan. Di sinilah perlunya senjata kesabaran.
Anggap aja kamu akan bermain dalam sebuah band dengan beberapa temanmu, tapi kamu nggak bisa memainkan satu alat musik pun. Sementara kalo nggak bisa, kamu bakal ditinggalkan teman-temanmu.
Untuk mengatasinya, kamu pun harus keras berlatih alat musik. Kamu harus mengubah kegiatan sehari-harimu karena kamu perlu berlatih setiap hari. Namun begitu semangat memainkan alat musik memudar, dan latihannya mulai merasuki pikiranmu, semua itu nggak akan mudah lewati. Tapi kalo punya tingkat kesabaran yang tinggi, kamu akan mengambil keputusan, “Ya, aku akan latihan terus biar teman-temanku mengajakku bermain band.”
Bagi kamu yang udah bisa main gitar, ingat bagaimana minggu-minggu dan bulan-bulan pertama kamu belajar gitar? Ujung jarimu begitu sakit hingga terluka dan berdarah. Kalo belajar main gitar dan udah menyerah hanya beberapa minggu, kamu menyia-nyiakan jemarimu yang terluka serta waktu yang kamu habiskan untuk latihan. Mungkin kamu nggak pernah menyadari betapa banyak simpul kesabaran di tempat-tempat kamu beraktivitas!
Sabar! Budaya kita kurang menekankan kesabaran. Kita ingin, apa yang kita mau dan kita menginginkan, terkabul hari ini, bukan besok. Kehebatan teknologi yang kamu nikmati sekarang ini sebagian merupakan anugerah dan sebagian lagi kutukan.
Kamu makin terbiasa melakukan segala sesuatu dengan mudah dan cepat. Oven microwave, remote control untuk televisi, peralatan elektronik lain, dan internet merupakan sedikit contoh upaya mempercepat proses memperoleh apa yang kamu inginkan.
Nyuci pakaian bisa sambil baca atau mengerjakan pekerjaan yang lainnya karena sekarang udah ada mesin cuci. Kamu menonton TV dan memindah-mindahkan channel hanya sambil duduk jauh dari TV karena udah ada remote control. Kamu kegerahan di dalam ruangan, kamu tinggal tekan tombol-tombol tertentu, dan kamu pun seketika merasa adem dengan AC ruangan. Kecanggihan-kecanggihan teknologi bisa membuat kamu lemah secara alami, terutama dalam melatih kesabaran.
Pantas banyak orang harus berjuang untuk sabar. Kamu ingin pemecahan masalah dan hasil yang kilat, tapi jarang yang mau memberikan waktu atau energi untuk mendapat pemecahan dan hasil itu.
Hal senadapun dengan perubahan, jangan mau mengadakan perubahan yang instan, maka hasilnya pun akan kualitas instan. Segala sesuatunya mudah luntur dan nggak sepermanen.
Kalo kamu ingin selangkah lebih maju dari kebanyakan orang dalam melakukan perubahan dan memanfaatkannya untuk kepentinganmu, berlatihlah sabar. Banyak sekali hikmah dan manfaat yang bisa kamu ambil dari bersabar itu.
Sebagaimana diyakinkan Allah Swt. dalam surah az-zumar tepatnya ayat 10 ... Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. Apa kamu nggak tertarik dengan tawaran yang diberikan-Nya jika kamu bersabar?
Nggak ada tawaran lagi, sabar bisa mengantarkanmu ke jenjang yang membahagiakan. Coba kamu buka lagi Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 153, Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Jangan terlalu cepat menilai perubahan atau menyerah pada perubahan (atau pada dirimu sendiri). Hal baik nggak selalu datang cepat. Beberapa perubahan perlu waktu. Beri dia waktu yang diperlukannya dan mungkin kamu akan terkejut – dan senang – dengan hasilnya.

Menemukan Kreativitas
Salah satu tugas tersulit lainnya yang harus dihadapi oleh seorang pemimpi adalah mempertahankan kreativitasnya. Semua pemimpi pasti pernah terluka karena kehilangan, misalnya kehilangan harapan, kehilangan kepercayaan diri.
Kehilangan akan membuat kamu terluka, dan lukanya nggak akan hilang sampe kapan pun, bahkan sampe kamu meninggalkan alam dunia. Kamu hanya bisa menyembunyikan atau memendamnya dalam-dalam dari perasaan sensitifmu.
Luka ini merupakan bahaya. Dalam banyak kasus, tanda-tanda dari bahaya ini bisa menjadi inspirasi yang akhirnya sebagai penunjuk jalan untuk menemukan cara menutupi atau menyembuhkannya. Nah, proses ‘penemuan cara’ itulah yang berarti kreativitas. Terlebih jika kamu cepat dalam menyembuhkan lukamu, dan kemudian mengubah mimpimu. Dengan demikian, banyak luka akan makin banyak kreativitas, daya kreativitasmu bertambah kuat.
Sebagaimana dikatakan para pakar kesehatan mental, untuk berhasil melewati dan rasa kehilangan, kamu harus mengakuinya dan kemudian mengungkapkannya.
Karena jarang diungkapkan secara terbuka, kehilangan kreativitas ini tumbuh jadi jaringan bekas luka yang menghambat perkembanganmu. Proses mengungkapkan kemudian menyembuhkan luka-luka ini, dianggap sesuatu yang sangat menyakitkan, bodoh, dan memalukan. Namun, perlu kamu lakukan agar kamu bisa mengubah diri dan lama-lama kamu bisa membangun mimpimu.
Kreativitas adalah sebuah praktik spiritual. Kreativitas bukanlah sesuatu yang dapat disempurnakan, dirampungkan, dan disisihkan. Pengalamanku menunjukkan bahwa kamu mencapai puncak kreativitas hanya untuk merasa gelisah kembali. Ya, kamu berhasil, ya kamu telah mencapainya, tetapi ada yang kurang inilah, itulah. Perasaan seperti ini normal sebagai seorang yang rindu akan sesuatu yang baru. Itulah ciri seorang kreator ketika berkarya, selalu mencari dan mencari sesuatu yang lebih beda dan baru.
Atau ketika kamu sampe di puncak kreativitasmu, puncak dengan sendirinya akan terasa lenyap karena nggak puas dengan prestasi-prestasi kamu. Betapapun tingginya, kamu sekali lagi berhadapan dengan diri kreatifmu yang lapar.
Pernyataan-pertanyaan kini udah kamu dapatkan jawabannya, akan muncul lagi pertanyaan-pertanyaan baru: Apa yang akan kamu lakukan sekarang ... besok ... lusa dan seterusnya?
Perasaan belum selesai ini, kegelisahan, keinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut, mengujimu terus. Kamu didorong untuk berkembang terus tanpa hentinya agar dirimu nggak menderita. Penghindaran atas komitmen ini – yang menggodamu semua – mengarah lansung pada stagnasi, ketidakpuasan, ketidaknyamanan spiritual.
Dalam kondisi seperti ini, muncul pertanyaan dalam benakmu, “Bolehkan saya istirahat? Pilihan sederhana atau jawaban mudahnya, kamu dapat memaksa diri kamu sendiri untuk merasa puas atas keberhasilan-keberhasilan yang kamu peroleh. Atau kamu cari keberhasilan barumu agar bertambah puas.
Namun kalo nggak bisa mengendalikan atau mengontrolnya, kamu merasa diri puas dan berhenti untuk berkreatif. Bahkan, bisa jadi ketika udah merasa puas, kamu akan bangga, akhirnya kamu lupa, ada hal lain yang lebih dari kamu miliki saat ini.
Oleh karenanya, teruslah berkreativitas, jangan berhenti karena bisa membuat kamu lebih hidup dan maju. Kita pahami apa yang dikatakan Julia Cameron dan Mark Bryan, syarat pokok untuk mempertahankan hidup kreatif adalah kerendahan hati untuk mulai berkarya lagi, memulai sesuatu yang baru.
Kerendahan hati ini adalah kesediaan untuk sekali lagi menjadi seorang pemula yang sedang meniti karier. Seorang teman yang sangat ahli di bidangnya, merasakan masa-masa yang nggak nyaman sebelum mencapai keberhasilan berikutnya. Seperti itulah perasaanmu ketika kamu telah mencapai mimpimu. juga biar kamu terhindar dari anggapan sombong atau angkuh.
Allah swt. juga menghendaki agar kamu jangan berhenti untuk berkreasi. Firman-Nya yang ngebahas kreativitas terangkum dalam surah Alam Nasyrah [94] ayat tujuh: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
Kreativitas bukanlah sebuah bisnis meskipun dapat melahirkan peluang-peluang bisnis. Kamu bisa aja nggak meniru keberhasilanmu sebelumnya. Banyak orang yang terlalu sering mengikuti formula buatannya, akhirnya dia tersingkir dari kebenaran-kebenaran penemuan kreatif yang lain, yang lebih baru.
Untuk mempertahankan kualitas kreativitas, kamu bisa memiliki brand atau merek. Brand ini bisa membuat karakter diri kamu tampil secara berbeda atau unik. Langkah seperti inilah yang dilakukan di setiap perusahaan-perusahaan atau para aktris ngetop sekalipun. Mencari sesuatu yang berbeda sebagai brand. Itulah yang akan memperkuat citra di mata orang lain. Proses seperti ini, menurut Hermawan Kartajaya disebut sebagai diferensiasi. Diferensiasi itu menemukan keunikan diri.
Nah, sebelum tiba pada proses diferensiasi, Hermawan Kertajaya menganjurkan agar kamu punya sikap atau secara berani mau dan mampu merumuskan diri terlebih dahulu. Setelah selesai merumuskan diri, kamu juga harus punya kejelian menempatkan rumusan diri kamu sehingga letaknya tepat di tengah masyarakat. Inilah tahap awal nan penting yang dinamai positioning atau memosisikan diri pada sesuatu yang berbeda. Ingat lagi kata-kata berbedanya!
Pertanyaannya, apakah ketiga langkah yang mengarah pada kepemilikan brand itu dapat dilalui dalam waktu singkat dan tanpa usaha nyata? Aku nggak ingin menjawab pertanyaan ini di sini. Aku ingin kamu sendiri yang mencarinya dan menentukannya. Sampe akhirnya kamu bisa menemukan kreativitasmu sendiri.

1 komentar: